Kamis, 17 November 2011


 ILMU BAYAN

 


Bayan

Bayan secara leksikal bermakna ‘terang’ atau ‘jelas’. Secara terminologi: ilmu untuk mengetahui bagaimana mengungkapkan gagasan ke dalam bahasa yang bervariasi
Kalam yang fasih adalah kalam yang terhindar dari tanaafur al-huruf, gharabah, dan mukhalafah al-qiyaas dalam kata-katanya, serta kalimat-kalimat yang diungkapkan tidak bersifat tanaafur, dha’fu al-ta’lif, dan ta’qid lafdzi

Tanaafur al-huruf: kata-kata yang sukar diucapkan

Gharabah: ungkapan yang terdiri atas kata-kata yang asing, jarang dipakai, dan tidak diketahui oleh orang banyak

Mukhaalafah al-Qiyaas: kata-kata yang menyalahi atau tidak seuai dengan kaidah umum ilmu sharf

Dha’fu al-ta’lif: susunan kalimat yang lemah, sebab menyalahi kaidah umum
nahwu/sharf
Ta’qid lafzhi (kerancuan pada kata-kata): ungkapan kata-katan tidak menunjukkan tujuan karena ada cacat dalam susunannya
Ta’qid ma’nawi: kerancuan makna

Mutakallim fasih: orang yang dapat menyampaikan maksudnya dengan ucapan yang fasihah (baik dan benar)

Balaghah: Ilmu yang mempelajari kefasihan berbahasa yang meliputi ilmu ma’aani, bayan, dan badi’

Bidang kajian ilmu bayaan meliputi: tasybih, majaz, dan kinayah


A. Tasybih
التسبه بيان أنَ شيئا او اشياء شاركت غير ها في صفة او اكثر باداة ملفوظة او ملحوظة

Tasybih secara leksikal bermakna ‘perumpamaan’. Secara terminologi: menyerupakan sesuatu dengan yang lain karena adanya kesamaan dalam satu atau beberapa sifat dengan menggunakan alat/adat
Tasybih termasuk uslub bayaan yang di dalamnya terdapat penjelasan dan perumpamaan.
Tasybih terdiri atas empat bentuk:

Mengeluarkan sesuatu yang tidak dapat diindera dan menyamakannya dengan sesuatu yang bisa diindera.

 Mengeluarkan/mengungkapkan
sesuatu yang tidak pernah terjadi dan mempersamakannya dengan sesuatu yang terjadi
 Mengungkapkan sesuatu yang tidak jelas dan mempersamakannya dengan sesuatu yang jelas
 Mengungkapkan sesuatu yang tidak mempunyai kekuatan dan mempersamakannya kepada sesuatu yang memiliki kekuatan dalam hal sifat
Tasybih merupakan langkah awal untuk menjelaskan suatu makna dan sarana untuk menjelaskan sifat

 Rukun tasybih Ada 4
1. Musyabbah: sesuatu yg hendak diserupakan
2. Musyabbah bih: sesuatu yang diserupai
3. Wajh syibh: Sifat yang terdapat pada kedua pihak
4. Adat tasybih: huruf atau kata yang digunakan untuk menyatakan penyerupaan
Jenis-jenis tasybih:
Ditinjau dari ada tidaknya alat tasybih
1. Tasybih mursal: yang adat tasybihnya disebutkan
2. Tasybih muakkad: yang dibuang adat tasybihnya
Ditinjau dari ada tidaknya wajh syibh
1. Tasybih mufashshal: Disebut wajh syibh nya
2. Tasybih mujmal: Dibuang wjh syibhnya
Dilihat dari segi ada tidaknya adat dan wajh syibh
1. Tasybih baligh: Dibuang adat tasybih dan wajh syibhnya
2. Tasybih ghair baligh: Kebalikan dari tasybih baligh
Dilihat dari bentuk wjh syibhnya
1. Tasybih Tamtsil: Keadaan wajh syibhnya terdiri atas gambaran yang dirangkai dari keadaan beberapa hal
2. Tasybih ghair tamtsil: wajh syibhnya tidak terdiri dari rangkaian gambaran beberapa hal. Wajh syibhnya terdiri atas satu hal (mufrad). Tasybih ini kebalikan dari tasybih tamtsil.

Tasybih yang keluar dari kebiasaan:
1. Tasybih maqluub: jenis tasybih yang posisi musyabbahnya dijadikan musyabbah bih, sehingga yang seharusnya musyabbah dijadikan musyabbah bih, dan yang seharusnya musyabbah bih dijadikan musyabbah dengan anggapan wajh syibh pada musyabbah lebih kuat
1. Tasybih dhimni: tasybih yang keadaan musyabbah dan mysyabbah bih nya tidak jelas (implisit). Kita bisa menetapkan unsur musyabbah dan musyabbah bih pada tasybih jenis ini setelah kita menelaah dan memahaminya secara mendalam
 Maksud dan tujuan tasybih:
1. Menjelaskan kemungkinan adanya sesuatu hal pada musyabbah
2. Menjelaskan keadaan musyabbah
3. Menjelaskan kadar keadaan musyabbah
4. Menegaskan keadaan musyabbah
5. Memperindah atau memperburuk musyabbah
Jadi ilmu bayan ialah ilmu yang membahas tentang tasbih mazas dan kinayah


Contoh: Tasbih

1.العلم كالنور فى الهداية 
2 .  انت كالشمس فى العلوّ
3. قلبه كالحجر قسوة   
Pada contoh-contoh tersebut pembicara bermaksud
  1. Menyamakan ilmu dengan cahaya yang dapat memberi petunjuk
  2. Menyamakan mukhotob dengan matahari karena sama tinggi dalam kedudukannya.
  3. Menyamakan hati seseorang dengan batu karena persamaan kerasnya


Rukun tasbih ada empat
  1. Musyabah
  2. Musyabahbih
  3. Adatu tasbih
  4. Wajhu sibhi
Sebagaimana contoh diatas no 1 العلم كالنور فى الهداية
1.      العلم       :مشبه      (yang diserupakan )
2.      الكاف     : اداة التسبيه    (Alat penyerupaan)
3.      النور       : مشبه به    (yang diserupai)
4.      الهداية      : وجه الشبه    (hal yang menjadi perserupaan /persamaan)



C. Majaz

المجج هو اللفط المستعمل فى غير ما وضع له لعلا قة مع قرينة مانعة من عرادة المعنى
الشابق
 

Majaz secara leksikal bermakna melewati. Secara terminologi: Kata yang digunakan bukan untuk makna yang sebenarnya karena adanya ‘alaqah disertai adanya qarinah yang mencegah dimaknai secara hakiki
1. Majaz (konotatif) merupakan kebalikan dari hakiki (denotatif)
2. Makna hakiki: makna asal dari suatu lafal atau ungkapan yang pengertiannya dipahami orang pada umumnya. Lafal atau ungkapan itu lahir untuk makna itu sendiri.
3. Majazi: perubahan makna dari makna asal ke makna kedua. Makna ini lahir bukan untuk pengertian pada umumnya. Dalam makna ini ada proses perubahan makna.
4. Muraadif atau munaasabah tdk dikatakan memiliki makna majazi karena di
dalamnya tidak ada perubahan dari makna asal kepada makna baru
Suatu teks bisa dinilai mengandung makna haqiqi jika si penulis menyatakan secara jelas bahwa maksudnya sesuai dengan makna asalnya; atau tidak adanya qarinah-qarinah (indikator) yang menunjukkan bahwa teks tsb mempunyai makna majazi.
Jika ada qarinah-qarinah yang menunjukkan bahwa lafal atau ungkapan tidak boleh dimaknai secara haqiqi, maka kita harus memaknainya secara majazi
Ungkapan majaz muncul disebabkan:

Sabab lafzhi: lafal-lafal tsb tidak bisa dan tidak boleh dimaknai secara hakiki. Jika dimaknai haqiqi maka akan muncul pengertian yang salah. Qarinah pada ungkapan majaz jenis ini bersifat lafzhi pula

Sabab takribi (isnadi): ungkapan majazi terjadi bukan karena lafal-lafalnya yang tidak bisa dipahami secara hakiki, akan tetapi dari segi penisbatan. Penisbatan fi’il kepada failnya tidak bisa diterima secara rasional dan keyakinan
Makna haqiqi: makna yang dipakai menurut makna yang seharusnya.
Makna majazi: kata yang dipakai bukan pada makna yang semestinya karena ada alaqah (hubungan) dan disertai qarinah (lafal yang mencegah penggunaan makna asli).
Majas pada garis besarnya terdiri atas majas lughowi dan majaz aqli.
Majas lughowi: majas yang alaqahnya atau illah nya didasarkan pada aspek bahasa
Majas aqli adalah penisbatan suatu kata fi’il (verba) kepada fa’il yang tidak sebenarnya
Majas lughowi terdiri atas majaz isti’arah dan majaz mursal:
Majaz isti’arah: yang alaqahnya (hubungan) antara makna asal dan makna yang dimaksud adalah musyaabahah (keserupaan).

Majaz mursal: majaz yang alaqahnya ghair musyabbah (tidak saling menyerupai)
Majaz isti’arah adalah tasybih yang dibuang salah satu tharafain nya (musyabbah atau musyabbah bih nya) dan dibuang pula wajh syibh dan adat tasybihnya
Dalam isti’arah: musyabbah dinamai musta’ar lah dan musyabbah bih dinamai musta’ar minhu. Lafal yang mengandung isti’arah dinamakan musta’ar dan wajh syibh nya dinamakan jami’. Qarinahnya ada dua yaitu qarinah mufrad dan qarinah jama’
Ditinjau dari musta’ar lah dan musta’ar minhu, majaz isti’arah ada dua kategori:
Isti’arah tashriihiyyah: yang ditegaskan (ditashrih) adalah musta’ar minhu nya sedangkan musta’ar lah nya dibuang. Dengan istilah lain: musyabbah bihnya disebut, dan musyabbahnya dibuang

Isti’arah makniyyah: yang dibuang adalah musta’ar minhu, atau dengan kata lain musyabbah bihnya dibuang.
Ditinjau dari segi bentuk lafalnya:

Isti’arah ashliyah: jenis majaz yang lafal musta’ar nya isim jami bukan musytaq (bukan isim sifat)

Isti’arah taba’iyyah: jenis majaz yang musta’arnya fi’il, isim musytaq atau harf
Ditinjau dari kata yang mengikutinya:

Isti’arah murasysyahah: ungkapan majaz yang diikuti oleh kata-kata yang cocok untuk musyabbah bih

Isti’arah muthlaqah: yang tidak diikuti oleh kata-kata, baik yang cocok bagi musyabbah bih mauapun musyabbah

Isti’arah mujarradah: yang disertai dengan kata-kata yang cocok bagi musyabbah
Majas mursal: majaz yang alaqahnya ghair musyaabahah (tidak saling menyerupai). Alaqah antara musta’ar dan musta’ar minhu dalam bentuk:

Sababiyah: ini sebagai salah satu indikator majaz mursal. Menyebutkan sebab sesuatu, sedangkan yang dimaksud adalah sesuatu yang disebabkan
Musababiyyah: Ini indikator kedua. Menyebutkan sesuatu yang disebabkan, sedangkan yang dimaksud adalah sebabnya

Juz’iyyah: Menyebutkan bagian dari sesuatu, sedangkan yang dimaksudkannya adalah keseluruhannya

Kulliyah: Menyebutkan sesuatu keseluruhannya, sedangkan yang
dimaksudkannya adalah sebagiannya

I’tibaaru maa kaana: Menyebutkan sesuatu yang telah terjadi, sedangkan yang dimaksudkannya adalah yang akan terjadi atau yang belum terjadi

I’tibaaru maa yakuunu: Menyebutkan sesuatu dengan keadaan yang akan terjadi, sedangkan yang dimaksudkannya adalah keadaan sebelumnya

Mahaliyyah: Menyebutkan tempat sesuatu, sedangkan yang dimaksudkannya adalah menempatinya

Haliyyah: menyebutkan keadaan sesuatu, sedangkan yang dimaksudkannya adalah yang merasakan keadaan itu

Aliyah: apabila disebutkan alatnya, sedangkan yang dimaksudkan adalah sesuatu yang dihasilkan oleh alat tersebut

Majaz aqli: menyandarkan fi’il (verba) atau yang semakna dengannya kepada yang bukan seharusnya karena ada alaqah (hubungan) serta adanya qarinah yang mencegah dari penyandaran yang sebenarnya.

Penyandaran fi’il atau yang semakna dengannya dilakukan kepada:
Sebab

1.Penisbatan kepada waktu
2.Penisbatan kepada tempat
3.Penisbatan kepada mashdar
4.Mabni maf’ul disandarkan kepada isim fa’il
5.Mabni fa’il disandarkan kepada isim maf’ul

mazas ialah lafad yang digunakan bukan semestinya karena ada alakoh serta
korenah memungkinkan menghendaki arti yang hakiki.
Contoh :

1 يتكلم محمد بالدرر.
Penjelasan
          Penggunan lafad     الدرر pada contoh diatas bukanlah hakiki tetapi mazazi karena tidak mungkin mutiara keluar dari mulut Muhammad. Dalam keadaan biasa akan dikatakan

يتكلم محمد بكلا م طيب tetapi untuk maksud balagoh الدرر  yang dimaksud ialah kalamu
 كلا م طيب(perkataan yang indah ) jadi lafad الدرر yang dimaksud bukan mutiara yang digunakan untuk perhiasan. Karena ada hubungan alakoh antara satu sama yang lain. Alakoh ialah keindahan. Merupakan keindahan pada الدرر dan كلا م طيب.
         Penggunaan lapad kiasan ini dalam ilmu balagoh disebit mazaz.

D. Kinayah
الكنية لفط اطلق واريد به لازم معناه مع جواز ارادة دلك المعني


        Kinayah secara leksikal bermakna ‘ucapan yang berbeda dengan maknanya. Secara etimologis : suatu kalam yang diungkapkan dengan pengertiannya yang berbeda dengan pengertian umumnya, dengan tetap dibolehkan mengambil makna hakikinya

Kinayah dibagi menjadi tiga
1.      Kinayah ansifatin
2.      Kinayah an mausufin
3.      Kinayah nisbatin
Contoh:
Kinayah an sifatin
1.          احمد رحب الذراع
2.     مريم بعيدة مهوالقرط

        Artinya Ahmad orang yang lapang dada perkataan lapang dada ini bukan berarti ahmad itu mesti berdada lebar akan tetapi suatu kiasan arti bahwa orang yang lapang dada itu orang yang sabar dan penyantun
        Dan juga contoh yang kedua untuk mengatakan “maryam adalah seorang yang Rupawan “ tidak lansung dikatakan maryam cantik tetapi dikatakan tepat tergantungnya subang maryam panjang atau jauh berarti leher maryam panjang.
Kalau seorang wanita lehernya panjang berarti cantik.
Contoh:
 kinayah An mausufin
1.      هد رغوة الشبا ب
Maksudnya untuk menebut uban secara tidak langsung disebutnya رغوة الشبا ب(buih kepemudaan)benda itu sendiri
Contoh kinayah An nisbatin
1.      المجد فى ثوبك
Artinya keluhuran itu dibaju kamu jadi tidak secara langsung dikatakan enkau berbudi luhur tetapi sifat itu dinisbatkan pada suatu yang ada hubungannya dengan orang itu yaitu kain atau pakaiannya(Nisbat)

 
         Kinayah pada awalnya bermakna dhamir, irdaf, isyarah, isim maushul, laqab, badal, dan tikrar. Sekarang mempunyai pengertian seperti di atas

         Perbedaan antara majaz dan kinayah terletak pada hubungan antara makna hakiki (denotatif) dengan makna majazi (konotatif). Pada ungkapan berbentuk majaz, teks harus dimaknai secara majazi dan tidak boleh dimaknai secara hakiki. Sedangkan pada ungkapan kinayah, teks harus dimaknai dengan makna yang berbeda dengan lazimnya dengan tetap dibolehkan mengambil makna hakikinya.

        Ilmu balaghah mengalami perkembangan sampai pada akhirnya para ahli balaghah bersepakat bahwa kinayah adalah “suatu ungkapan yang diucapkan dengan pengertiannya yang lazim, akan tetapi tidak tertutup kemungkinan dipahami dalam pengertiannya yang asal

        Dari segi makna kinayah dibagi menjadi tiga: kinayah sifah, kinayah maushuf, dan kinayah nisbah

         Kinayah sifah adalah pengungkapan sifat tertentu tidak dengan jelas, melainkan dengan isyarah atau ungkapan yang dapat menunjukkan maknanya yang umum. Istilah shifah dalam ilmu balaghah berbeda dengan shifah pada ilmu nahwu. Sifat sebagai salah satu karakteristik kinayah berarti sifat dalam pengertiannya yang maknawi (seperti: kedermawanan, keberanian, panjang, keindahan, dan sifat-sifat lain yang merupakan lawan dari zat)

Tujuan Kinayah:
1. Menjelaskan (Al-Idhaah)
2. Memperindah makna
3. Menjelaskan sesuatu
4. Mengganti dengan kata-kata yang sebanding karena dianggap jelek
5. Menghindari kata-kata yang dianggap malu untuk diucapkan
6. Peringatan atas keagungan tuhan
7. Untuk mubalaghah (hiperbola)
8. Untuk meringkas kalimat

Hubungan kinayah dan majaz:
Persamaan antara majaz dan kinayah, keduanya sama-sama berkaitan dengan makna yang tsawaani (majazi). Sedangkan perbedaannya terletak pada qarinah.

      Qarinah dalam ilmu balaghah adalah suatu ungkapan baik eksplisit maupun implisit yang ada pada suatu kalam (wacana) yang menunjukkan bahwa makna yang dimaksud pada ungkapan tersebut bukan makna haqiqi.
      Qarinah ada dua: qarinah lafdziyyah dan qarinah ma’nawiyyah
      Qarinah lafdziyyah adalah qarinah yang berbentuk lafal-lafal. Jika dalam suatu kalam terdapat satu kata atau lebih yang menunjukkan bahwa makna dalam kalam itu bukan makna haqiqi, maka dia disebut qarinah lafdhiyyah
       Qarinah ma’nawiyah adalah qarinah yang menunjukkan bahwa makna kalam itu bukan hakiki dengan tersirat
       Pada majaz, qarinah bisa bersifat lafdziyyah dan bisa juga bersifat ma’nawiyyah; sedangkan pada kinayah qarinahnya harus tersirat
       Pada majaz, qarinah mencegah pengambilan makna haqiqi; sedang pada kinayah, qarinah tidak mencegah untuk mengambil makna haqiqi.
       Para pakar balaghah berpendapat qarinah pada ungkapan majaz mengharuskan kita mengambil makna majazi dan meninggalkan makna hakikinya

       Pakar ushul fiqh berpendapat tidak ada perbedaan antara qarinah pada majaz dan kinayah, boleh antara mengambil makna haqiqi dan majazi
       Qazwaini: Antara majaz dan kinayah terdapat perbedaan. Pada majaz mesti ada qarinah  yang menolak makna haqiqi
       Syakaki: Pada majaz, perpindahan makna terjadi dari malzuum kepada laazim. Pada kinayah, perpindahan makna dari laazim kepada malzuum. Selain itu, kelaziman itu sendiri merupakan kekhasan yang ada pada kinayah





Daftar pustaka

Qowaidu lugotul Arobiyah
Ustd jafar amir, Irabullubab B.A  Al balaghoh Al wadhiah, Toha Putra Semarang.
Jauharul maknun


Tidak ada komentar:

Posting Komentar